Postingan

CIUMAN (Cerita Pendek)

Dina berdiri di depan pintu, wajahnya penuh harap seperti remaja yang menunggu salam dari idola K-pop. Tapi, seperti biasa, Raka hanya meraih kunci motor, mengucapkan 'Bye, Yank,' lalu melenggang pergi. Tanpa ciuman. Lagi. Dina menghela nafas, “Astaga, suami siapa sih gak peka begini!?” gumamnya sambil mencabuti sticky note kuning di sudut kanan cermin kamar mereka. Di situ tertulis dengan huruf kapital: ‘Happiness is like a kiss. You must share it to enjoy it.’ Pesannya jelas kan? Tapi entah bagaimana Raka malah membacanya seperti pengumuman ramalan cuaca.  “Ini benar-benar tidak bisa dibiarkan!” batin Dina geram. Di kepalanya, dia mulai menyusun rencana-rencana ‘cerdas’ agar Raka tahu apa yang dia inginkan. *** Keesokan harinya Dina gak beranjak dari tempat tidur, ia hanya mengerang saja ketika suaminya membangunkan dia untuk bikinkan sarapan. Akhirnya Raka membuat telur ceplok sendiri. Saat Raka berjongkok di pinggir kasur dan bertanya, “Kamu Sakit?” Dina memegangi keningnya...

Memaknai Ulang Framework Bisnis

Gambar
  Selesai acara Gadaipreuner Lombok 2024 kemarin, saya sambil nyetirin Mas J sempat ngungkapin;  "Saya yang ngikutin Mas J dari 2019 pun, baru benar-benar memahami pentingnya mengikuti satu framework di tahun 2024!"  Butuh waktu 5 tahun bagi saya untuk benar-benar secara 'kaffah' mengikuti mazhab formula (framework bisnis pemula) yang digagas Mas J.  Saya kasih tanda petik pada kata kaffah, bukan berarti saya setengah-setengah mengikuti Formula, saya bahkan tidak pernah punya mentor bisnis lain selain Mas J.  Terus kenapa 5 tahun?  "The teacher will appear when the student is ready." kata Mas J ngutip Tsung Zu.  Karena memang sayanya yang goblok, lama sekali baru paham. hehehe... Tapi ilustrasinya gini,  Saya mulai bisnis dari modal nekat aja, gak ngerti mau kemana, gak ngerti harus belajar dari mana.  Di masa bertahun-tahun itu, saya seperti berada lorong gelap labirin dengan percabangan jalan yang luar biasa banyak. Di setiap belokan bany...

Penguin

Gambar
—untuk Malamku Ini takdir, bukan keberuntungan. Aku membuka lembaran masa lalu. Menelisik di sudut-sudut catatan, di bagian mana perasaan ini pernah tumbuh. Kutemukan waktu seperti garis zigzag yang kadang naik, membawaku pada pertemuan bersama seseorang. Kemudian garis itu turun, membentangkan lembah perpisahan. Tersisa hanya memori juga kenangan. Pernah aku semangat berangkat sekolah karena merindukan pertemuan. Seperti pemuda tanggung lainnya, aku pernah menuliskan dua buah nama dengan tanda “&” di tengah-tengahnya. Namun kau tahu, keberanianku hanya sebatas itu. Ada tunas malu yang semakin hari semakin besar tumbuh dalam diri. Dan hanya malam tempatku bercerita. Sampai akhirnya seseorang itu pergi aku juga pergi. Di tempat-tempat baru aku bertemu wajah-wajah. Sebagian mereka hadir menyapa hati, menghangatkan sesaat kemudian pergi berjalan di belakang waktu. Mulutku yang diam mematikannya perlahan, hingga ia hanya lewat. Menyisakan sisa-sisa ingatan. A...

Pilihan

Gambar
Dua jalan ambang pilih selalu berujung cabang sama-sama pipih berbaris orang di atas bulu tujuan tertuju tak jelas pintu replika kecil neraka hulu Terbakar di dalam tanpa satu pun wadah tuk bercerita hanya ada wajah-wajah berbayang yang hanya lukisan terpajang mendengar tapi tak mendengar Kata lembut tak pernah datang dalam dunia yang tak pernah tenang dengan cita yang terus terbang mencari perisai tuk berkata lantang aku ada untuk menang Hanya ada bisik berisik menelisik hati tuk terus bergidik gemetar kaki juga kungkungan bilik menutupi matahari yang sedang naik hingga perjuangan tak lagi punya lirik  Klaten, 19/07/2012

Berpisah Sejenak

Gambar
Ramadhan adalah bulan perasaan dan ruhani, serta saat untuk menghadapkan diri kepada Allah. [Hasan al-Banna] Dalam ceramahnya menjelang bulan ramadhan, Hasan al-Banna pernah berujar, “Sejauh yang saya ingat,” kata dia kepada ribuan jamaah yang memadati kajian rutin malam selasa, “ketika bulan Ramadhan menjelang, sebagian Salafush Shalih mengucapkan selamat tinggal kepada sebagian lain sampai mereka berjumpa lagi dalam shalat 'Id.” Al-Banna menerangkan betapa para pendahulu yang shalih itu merasakan betul bahwa ramadhan adalah bulan ibadah, bulan untuk melaksanakan shiyam (puasa) dan qiyam (shalat malam). Oleh kareanya, mereka ingin menyepi dalam kekhusuan, dalam ketundukan, dalam keheningan. “Kami ingin menyendiri hanya dengan Tuhan kami.” Perputaran bulan mengantarkan kita kembali ke pintu gerbang ramadhan. Sebuah kesempatan besar di depan mata untuk merengkuh kesejukan setelah perjuangan hidup selama berbulan-bulan. Ada lonceng kecil dalam hati berbisik, ini...

Langit

Gambar
Perhatikan alam sebagai wakil kesempurnaan. Seorang guru pernah bercerita bahwa nyanyian kehidupan serupa langit. Ada saatnya terang benderang cerah bercahaya. Ada kalanya kelam, titutupi awan gelap. Di waktu lain, langit ditutup awan putih. Namun awan gelap tidak merubah langit jadi hitam. Awan putih tak membuat langit jadi putih. Apapun yang terjadi, langit tetap biru. Bergiliran dualitas kehidupan terus hinggap di diri-diri kita. Sedih-bahagia, susah-senang, lemah-kuat, sakit-sehat. Seumpama siang-malam yang terus berputar. Merujuk kepada langit, ketika bahagia datang, seumpama gumpalan awan putih melenggang di cerahnya matahari, membawa keteduhan, membawa kesejukan. Namun seperti sewaktu awan kelam datang, kesedihan juga menjadi bagian tak terelakkan. Ia pasti tetap akan datang. Mengelak dari dualitas itu, sama halnya melukis samudera tanpa gelombang. Ujian berupa gelombang akan terus berdatangan silih berganti. Terus-menerus. Akan tetapi ada satu hal yang harus k...

Berpisah dan Berpelukan

Gambar
You get it from your Father,It is all he had to give. Rumahku dikelilingi oleh pohon kelapa juga pisang. Ketika kecil, Bapak punya ritual unik ketika menanam pohon-pohon itu. Saat menggenggam buah kelapa kering berwarna koklat dengan sebuah pucuk tunas kecil timbul di bagian atasnya, bapak akan melambaikan tangannya kepada kami, anak-anaknya, yang segera kami sambut dengan berlarian. Bapak kemudian menggali sebuah lubang seukuran bola sepak. Sambil memegang buah kelapa, ia menyuruh kami semua naik ke atas punggungnya. Kami berebutan berpegangan di leher juga bahunya. Bapak menimbun buah kelapa sambil menggoyang-goyangkan badannya, dan menyuruh kami berdoa, “Semoga buahnya banyak dan bergelantungan seperti kalian di punggung Bapak.” Kami susah payah mengikuti kalimatnya karena harus berpegangan erat. Sambil tersenyum saat menurunkan kami satu persatu, Bapak mengatakan, “Karena kalian tidak jatuh, maka nanti, buahnya juga tidak akan gugur diterjang angin.” Setelah itu...