simpul gelap
Pernahkah engkau tidur tengkurap, dada beralaskan bantal dan kepalamu miring ke kiri. Dalam keheningan pergantian tanggal, matamu terus saja terjaga, bertemankan dengan segala keheningan yang tak juga membuatmu tenang.
Detik jam seperti krek pohon patah yang berulang dan terus berulang, tak pernah mau berhenti. Bahkan, detak jantungmu sendiri serperti dentuman yang terus menggedor gendang telingamu. Menyentak dan mengejutkan urat syarafmu ketika ia mulai lelah. Seketika itu matamu kembali menganga, memandang gelap yang tak pernah tidur.
Mungkin, itu yang kau namakan gelisah.
Banyak cerita yang bilang kalau bukan badanmu yang lelah tapi jiwamu yang sedang galau. Hingga itu tak bisa memanipulasi malam, tetap saja ia resah dan tetap terjaga tak peduli apakah jangkrik sudah serak melengkingkan suara, atau malam semakin dingin mengendus subuh.
Saat itulah kepalamu bermain-main dengan simpul-simpulnya. Simpul yang kadang tak mengenal ujung ataupun juga pangkal, hanyalah gulungan yang semakin kacau dan membengkak. Mungkin, itulah yang kau namakan [ke]simpul[an] tak bertu[h]an.
Selalu ada dua realitas yang berkelebat di tiap kilasan kedip dan juga letupan setrum otakmu. Dan dua hal itu adalah pertarungan seumur hidup di perut ibu bumi ini, kau sudah tahu itu. Antara bertu[h]an atau tak bertu[h]an.
Kalau kau memang sedang bertuan saat ini, kau akan nyenyak. Karena tuanmulah yang bertugas berpikir bukan kau. Tapi kenyataannya, saat ini kau memang sedang tak bertuan. Seorang budak sudah punya jadual harian pekerjaan yang tidak akan membutuhkan banyaknya otak. Ia tidak akan pusing dengan apa yang akan membuatnya hidup. Cukup dengan melaksanakan perintah, maka datanglah kehidupan.
Kau saat ini memang tak bertuan, sehingga kau mengambil peran tuan. Mungkin itulah yang kau bisa namakan, mencoba jadi tuan. Kau tahu apa akibatnya bila mencoba jadi tuan?
Komentar
Posting Komentar