Penguin




—untuk Malamku

Ini takdir, bukan keberuntungan.

Aku membuka lembaran masa lalu. Menelisik di sudut-sudut catatan, di bagian mana perasaan ini pernah tumbuh. Kutemukan waktu seperti garis zigzag yang kadang naik, membawaku pada pertemuan bersama seseorang. Kemudian garis itu turun, membentangkan lembah perpisahan. Tersisa hanya memori juga kenangan.

Pernah aku semangat berangkat sekolah karena merindukan pertemuan. Seperti pemuda tanggung lainnya, aku pernah menuliskan dua buah nama dengan tanda “&” di tengah-tengahnya. Namun kau tahu, keberanianku hanya sebatas itu. Ada tunas malu yang semakin hari semakin besar tumbuh dalam diri. Dan hanya malam tempatku bercerita. Sampai akhirnya seseorang itu pergi aku juga pergi.

Di tempat-tempat baru aku bertemu wajah-wajah. Sebagian mereka hadir menyapa hati, menghangatkan sesaat kemudian pergi berjalan di belakang waktu. Mulutku yang diam mematikannya perlahan, hingga ia hanya lewat. Menyisakan sisa-sisa ingatan.

Aku pernah marah pada diriku. Mengapa aku berbeda dari kebanyakan. Ketakukanku terlalu besar, sifat malu menenggelamku pada penungguan tanpa usaha. Aku menangis di hadapan wajahku sendiri. Suara kesepian selalu mengikutiku ke tempat tidur. Aku seperti hantu, menari perlahan, sendirian di kegelapan. Kutulis lagu sedih puluhan lembar, agar semua orang mengerti. Aku menyanyikan lagu tidur untuk diriku sendiri. —namun hanya malam yang setia mendengarkan.

Namun akhirnya tetesan bening kesadaran akhirnya membasahi kepalaku. Pemahaman baru telah muncul, bahwa Tuhan sedang menjagaku. Sampai aku menemukanmu.

Ini takdir, bukan keberuntungan.

Aku tidak bisa menentukan waktu, bilamana aku bertemu kekasihku. Tuhan hanya perlu melihat aku menunjukkan kehausan belajarku, bahkan bagian paling berat dari proses itu. Hingga nanti, teman terbaik itu datang bersandar di bahuku.

Aku hanya perlu berpegangan pada itu. Begitulah cinta yang kuat dan juga benar. Mengarahkan panah hanya pada satu, dialah yang dilahirkan untukku. Cinta seperti  itulah yang hanya datang satu kali. Sekali lagi takdir, bukan keberuntungan.

Hari ini adalah hari ke-205 aku mengeja namamu. Beberapa hari ke depan aku akan membuat dunia menyaksikan, pertama kali jemari kita bergenggaman dan mengucapkan janji, aku ingin menjadi penguinmu. Kita akan memulai merenda guguran detik, menjalani tiap derap tantangan yang akan datang bertamu. Semoga senyum selalu menghias di bibir kita yang berdzikir. Aku ingin bersamamu hingga akhir.

Jakarta, 04 September 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaknai Ulang Framework Bisnis

CIUMAN (Cerita Pendek)